Seni tari
jaranan Turonggo Yakso yang merupakan kesenian local khas Daerah Tingkat Dua
Kabupaten TRENGGALEK lahir dan bermula dari budaya turun temurun yang dilakukan
oleh masyarakat di Kecamatan Dongko. Kesenian Turonggo Yakso ini bersumber dan
bermula dari kesenian upacara adat baritan.
Upacara
adat baritan tersebut merupakan salah satu bagian kehidupan yang
diselenggarakan secara rutin sebagai media komunikasi terhadap Tuhan yang maha
esa.
Upacara
adat baritan tersebut diselenggarakan setiap tahun pada bulan Syura (Muharam)
dengan hari dan tanggal yang ditentukan oleh sesepuh (Pawang) yakni orang yang
dianggap menguasai tentang hal tersebut. Dan biasanya Waktu upacara
diselengggarakan siang hari sekitar pukul 11.00 WIB , para petani sudah
istirahat dalam mengerjakan sawah dan ladangnya. Kata Baritan itu sendiri
diambil karena pelaksanaan upacara adat tersebut dilaksanakan bubar ngarit
tanduran (setelah merumput tanaman untuk makanan ternak), maka diberi nama
Baritan( menurut mbah Karto sentono). Dimana pada saat Upacara dilaksanakan
para petani pemilik rojo koyo berkumpul sambil membawa perlengkapan sesaji
berupa ambeng dan longkong dan membawa tali yang dibuat dari bamboo yang
disebut dadung. Setelah upacara selesai diteruskan dengan pentas kesenianlangen
Tayub ditempat bekas tumpukan dhadhung tadi. Dhadhung yang telah dimanterai dibagikan kepada pemilik semula dan disimpan yang baik diatas pogo. Dengan
menyimpan dhadhung tersebut , atas berkat Tuhan Yang Maha Esa, hewannya akan
terhindar dari gangguan malapetaka dan penyakit.
Seorang
tokoh kesenian Trenggalek Mudjiman menceritakan, tarian jaranan muncul saat terjadi malapetaka, yakni
kematian hewan ternak dan tanaman petani. Untuk mendapatkan berkah sekaligus
mengatasi malapetaka seorang kesatria bertapa di Gua Turranggo Yakso.
Setelah
bertapa, kesatria itu mendapat wangsit. Ia diminta merendam kuda raksasa di
suatu kubangan air. Selanjutnya, air itu diminumkan pada hewan ternak yang
sakit dan disiramkan pada sawah yang rusak. Dan upaya itu membuahkan hasil.
Supaya
tak terjadi musibah serupa dan memperingati keberhasilan tersebut, kesatria
meminta warga terus melanjutkan tradisi itu setiap 1 Syuro. Menurut Mudjiman, turonggo itu
berarti kuda. Sedangkan Yakso adalah buto atau raksasa. Gabungan dua kata itu
bermakna seorang kesatria bijaksana yang mengendalikan seekor hewan raksasa.
Perkembangan tari turonggo yakso
Perkembangan
Tari Turonggo Yakso tak lepas dari nilai estetis yang mengungkapkan
ketangkasan, kegagahan dan kelincahan seseorang pria yang merupakan kesatria.
Nilai estetis ini terdapat pada keharmonisan dan keselarasan antar gerak dan
ritme, khususnnya antara gerak dan irama
kendang. Sinergitas antara gerak dan ritme ini menjadikan Tari Turonggo Yakso
tampil lebih sigrak (tangkas). Nilai estetis Tari Turoggo Yakso akan muncul
apabila penarinya juga menjiwai dan mengekspresikan dgn sempurna sehingga
muncul tari yang gagah-perkasa.
Sekitar tahun 1980 Tari Turonggo
yakso berkembang di Kabupaten Trenggalek . pembinaan dan pengembangan tersebut
atas prakarsa kantor Departemen Kebudayaan Pemuda dan Olah Raga bersama
Pemerintah Daerah Kabupaten Trenggalek di pacu dengan berbagai bentuk festival
yang di selenggarakan setiap setahun sekali pada bulan Agustus untuk tingkat
SD, SMP,
SMA. Meskipun pada mulanya Jaranan Turonggo Yakso tersebut bermula dari daerah
Dongko, namun perkembanganya di luar sangat pesat.
Keistimewaan Tari Turonggo Yakso
terletak pada unsur-unsur komedi dan unsur-unsur mitologis yang membentuk seni
pertunjukan. Unsur-unsur komedi biasanya diselipkan di tengah-tengah
pertunjukan untuk memancing tawa penonton. Pada babak pembukaan, misalnya:
tokoh celeng dan kucingan yang mendampingi tari Turonggo Yakso membuat
gerakan-gerakan lucu atau menggigit telinga lawan lainya untuk mengundang tawa
penonton. Atau gerakan yang yang menakuti penonton, seperti berlari ke arah penonton
Kekhasan yang lainya Tari Turonggo Yakso
yaitu terletak pada properti berbentuk kuda kepang yang di gunakan, terbuat
dari kulit sapi atau kerbau dengan gambar kepala raksasa berambut lebat.
Disamping kuda lumpingnya sangat dinamis dan energik.
Yang menarik dari Turonggo Yakso adalah bahwa tarian
ini bukan saja tarian yang di ciptakan untuk tontonan ataupun hiburan, tarian
ini juga merupakan tarian yang bersifat Seremonial, namun demikian di dalam
tarian ini tidak berlaku aturan-aturan khusus bagi para pelaku serta
pihak-pihak yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung .
TATA RIAS DAN BUSANA
TATA RIAS : Untuk para penari putri dan para penari putra merias
wajah agar dapat menimbulkan efek terkesan tampan dan jantan, seperti
menebalkan alis, memerahkan bibir, membuat kumis, jambang dan jenggot dengan
menggunakan pensil alis, memakai bedak muka dan pemerah pipi. Tata rias juga berfungsi untuk menahan sorotan sinar atau lampu secara
langsung sehingga dapat di lihat oleh penonton.
BUSANA : bagian bawah celana 3/4 dan atas baju panjang dengan
warna mencolok dengan rompi yang warnanya kontras dengan bajunya ataupun para
penari dapat bertelanjang dada. Pada bagian bawah dililitkan jarit sampai pada
atas lutut Kedua ujungnya dilipat menyerupai dasi pada bagian bawah dan slayer
ditalikan pada lipatan jarit. Kemudian, untuk para penabuh gamelan menggunakan
beskap bercelana panjang dan mengenakan blangkon.
IRINGAN: Para peraga yang terlibat di dalam penyajian
kesenian ini Pemusik dan vokalis, pemusik atau penabuh gamelan, kemudian
ditambah sinden (vokalis putri) dan wira swara (vokalis putra)
RAGAM GERAK TARI TURONGGO YAKSO
Koreografi Tari turonggo yakso
bersifat bebas, gerakan tarinya bersifat dinamis dan energik, mengikuti iringan
gamelan yang mengiringinya. Gerakan tari turonggo yakso >berpusat pada
gerakan kaki, gerakan tubuh dan gerakan
tangan. Gerak-gerak tersebut antara lain sembahan, liyepan,
teposan, pethukan. lejitan, bapangan, oyogan, kacolan kasatrian,untu walang,
kiprah sampur congklangan dan mincek-mincek.Secara keseluruhan Tari Turonggo
Yakso ini >menggunakan gending seperti yang digunakan pada salah satu
kesenian khas Trenggalek yaitu >Tiban. Dan para penari tersebut menari
dengan urut-urutan gerak antara lain:
1.
>Sembahan, para penari menuju arena berputar membentuk
lingkaran lalu membentuk baris berbanjar kemudian posisi jengkeng (jongkok kaki
kiri menyentuh tanah, tangan kanan ditekuk di depan dada), posisi kepala
menunduk lalu ngugel memutar memberi salam hormat sambil memegang cambuk/pecut,
lalu berdiri melangkah mundur posisi miring sambil memegang kuda yang
digerak-gerakan kemudian maju, posisi ini bergantian kanan kiri.
2.
>Liyepan, para penari membentuk formasi lingakaran dengan posisi kuda menunduk, menghadap ke tengah lingkaran. Setelah
bertemu diteruskan gerakan pisahan melangkah mundur posisi kuda
menengadah.
3. >Teposan, para penari
melakukan gerakan melompat
4. >Lejitan,yaitu gerakan kaki kanan keluar masuk.
5. >Bapangan, yaitu gerakan
pacak gulu (menggerakan kepala dari gerakan leher)
6. >Oyogan, yaitu gerakan
jalan miring ke kanan dan ke kiri, lalu lampah/berjalan.
7. >Mletik,> yaitu gerakan melompat- lompat.
8. >Kacolan kasatrian>, yaitu gerakan
kaki menggantung membentuk siku-siku.
9. >Untu walang>, yaitu gerakan
kuda maju merunduk lalu mundur posisi kuda menengadah formasi penari terpisah
menjadi dua
10. >Lompat balik, yaitu gerakan berbalik memutar
11. >Kiprah sampur,
yaitu tangan mengibaskan sampur disela-sela lejitan dan bapangan.
12. >Kiprah lombo, yaitu gerakan
badan ke kanan dan ke kiri disela-sela lejitan dan bapangan.
13. >Congklangan, yaitu gerakan
angkat kaki kanan kiri bergantian.
14. >Mincek-mincek, yaitu gerakan
untuk melemahkan saraf agar kembali semula, dengan formasi memutar lalu membentuk satu baris
kemudian secara bersama-sama keluar arena pertunjukan.
Para penari akan tampak mulai ndadi (kesurupan) pada saat
melakukan gerakan congklangan. Yaitu seperti makan beling (pecahan kaca),
mengupas kelapa, menirukan monyet dan gerakan-gerakan lain yang dilakukan
dengan gerakan atupun atraksi di luar kesadaran para penari. Setelah bagian ndadi
(kesurupan) ini berlangsung beberapa saat,
kemudian para penari yang ndadi (kesurupan) disembuhkan oleh pawang sebagai tanda inti
pertunjukan berakhir.
Penggarapan Pola Lantai pada tari turonggo yakso dilakukan pada peralihan
rangkaian gerak, yaitu pada saat transisi rangkaian gerak satu dengan rangkaian
gerak berikutnya. Sedangkan perpindahan posisi penari biasanya dilakukan pada
gerak penghubung, yaitu dilakukan pada rangkaian gerak berlari lari kecil
ataupun bergeser dengan gerakan rancak.Gerak rancak lebih dari seorang
pria dan berkelompok terlihat memukau.
Perlengkapan
tari yang dikenakan antara lain pecut (cambuk), barongan / caplokan, kucingan,
dan celengan. Pecut atau cambuk adalah cambuk yang terbuat dari bambu yang
dikepang memanjang dan mengecil dibagian ujungnya. Barongan adalah penggambaran
dari raksasa, yaitu dengan kepalanya yang terbuat dari kayu berwajah buto
yang lengkap dengan asesorisnya dan
disambung dengan kain panjang berwarna hitam yang digunakan penari barong
menutupi wajah dan sebagaian tubuh mereka. Kucingan terbuat dari kulit lembu
dan diberi hiasan rumbai-rumbai yang terbuat dari tali rafia. Dan celengan juga
terbuat dari kulit lembu yang berbentuk seperti celeng (babi hutan) tanpa kaki tanpa ekor dan berwajah seperti
celeng (babi hutan). Dan pada hal inilah yang membedakan tari jaranan Turonggo
Yakso dengan tari yang lain ataupun tari jaranan yang lain. Perbedaan dan
sekaligus kekhasan tari jaranan Turonggo Yakso yaitu terletak pada bentuk kuda
kepang yang digunakan, terbuat dari kulit sapi / kerbau dengan gambar kepala
raksasa berambut lebat.
Tari
jaranan Turonggo Yakso ini dipentaskan di tempat terbuka yang biasanya di tanah
lapang baik di lapangan atau halaman rumah warga tanpa panggung. Untuk itu
antara penonton dengan pemain berada dalam tempat yang sama, tidak ada sekat
antara pemaian dengan penonton. Mereka sewaktu-waktu bisa berinteraksi,
misalnya ada saat penari ndadi (kesurupan)
kemudian menghipnotis penonton sehingga ikut ndadi (kesurupan).
Pementasan kesenian bisa dilaksanakan siang hari maupun malam hari. Dan bila
digunakan untuk upacara adat tari ini dipentaskan pada bulan Sela atau Syura.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar