Powered By Blogger

Senin, 11 September 2017

Mengintip : SEJARAH TARI TURONGGO YAKSO

 

 



 

 

    Seni tari jaranan Turonggo Yakso yang merupakan kesenian local khas Daerah Tingkat Dua Kabupaten TRENGGALEK lahir dan bermula dari budaya turun temurun yang dilakukan oleh masyarakat di Kecamatan Dongko. Kesenian Turonggo Yakso ini bersumber dan bermula dari kesenian upacara adat baritan.
Upacara adat baritan tersebut merupakan salah satu bagian kehidupan yang diselenggarakan secara rutin sebagai media komunikasi terhadap Tuhan yang maha esa.
Upacara adat baritan tersebut diselenggarakan setiap tahun pada bulan Syura (Muharam) dengan hari dan tanggal yang ditentukan oleh sesepuh (Pawang) yakni orang yang dianggap menguasai tentang hal tersebut. Dan biasanya Waktu upacara diselengggarakan siang hari sekitar pukul 11.00 WIB , para petani sudah istirahat dalam mengerjakan sawah dan ladangnya. Kata Baritan itu sendiri diambil karena pelaksanaan upacara adat tersebut dilaksanakan bubar ngarit tanduran (setelah merumput tanaman untuk makanan ternak), maka diberi nama Baritan( menurut mbah Karto sentono). Dimana pada saat Upacara dilaksanakan para petani pemilik rojo koyo berkumpul sambil membawa perlengkapan sesaji berupa ambeng dan longkong dan membawa tali yang dibuat dari bamboo yang disebut dadung. Setelah upacara selesai diteruskan dengan pentas kesenianlangen Tayub ditempat bekas tumpukan dhadhung tadi. Dhadhung yang telah dimanterai dibagikan kepada pemilik semula dan disimpan yang baik diatas pogo. Dengan menyimpan dhadhung tersebut , atas berkat Tuhan Yang Maha Esa, hewannya akan terhindar dari gangguan malapetaka dan penyakit.
Seorang tokoh kesenian Trenggalek Mudjiman menceritakan, tarian jaranan muncul saat terjadi malapetaka, yakni kematian hewan ternak dan tanaman petani. Untuk mendapatkan berkah sekaligus mengatasi malapetaka seorang kesatria bertapa di Gua Turranggo Yakso.
Setelah bertapa, kesatria itu mendapat wangsit. Ia diminta merendam kuda raksasa di suatu kubangan air. Selanjutnya, air itu diminumkan pada hewan ternak yang sakit dan disiramkan pada sawah yang rusak. Dan upaya itu membuahkan hasil.
Supaya tak terjadi musibah serupa dan memperingati keberhasilan tersebut, kesatria meminta warga terus melanjutkan tradisi itu setiap 1 Syuro. Menurut Mudjiman, turonggo itu berarti kuda. Sedangkan Yakso adalah buto atau raksasa. Gabungan dua kata itu bermakna seorang kesatria bijaksana yang mengendalikan seekor hewan raksasa.
Perkembangan tari turonggo yakso
Perkembangan Tari Turonggo Yakso tak lepas dari nilai estetis yang mengungkapkan ketangkasan, kegagahan dan kelincahan seseorang pria yang merupakan kesatria. Nilai estetis ini terdapat pada keharmonisan dan keselarasan antar gerak dan ritme, khususnnya antara gerak dan irama kendang. Sinergitas antara gerak dan ritme ini menjadikan Tari Turonggo Yakso tampil lebih sigrak (tangkas). Nilai estetis Tari Turoggo Yakso akan muncul apabila penarinya juga menjiwai dan mengekspresikan dgn sempurna sehingga muncul tari yang gagah-perkasa.
Sekitar tahun 1980 Tari Turonggo yakso berkembang di Kabupaten Trenggalek . pembinaan dan pengembangan tersebut atas prakarsa kantor Departemen Kebudayaan Pemuda dan Olah Raga bersama Pemerintah Daerah Kabupaten Trenggalek di pacu dengan berbagai bentuk festival yang di selenggarakan setiap setahun sekali pada bulan Agustus untuk tingkat SD, SMP, SMA. Meskipun pada mulanya Jaranan Turonggo Yakso tersebut bermula dari daerah Dongko, namun perkembanganya di luar sangat pesat.
Keistimewaan Tari Turonggo Yakso terletak pada unsur-unsur komedi dan unsur-unsur mitologis yang membentuk seni pertunjukan. Unsur-unsur komedi biasanya diselipkan di tengah-tengah pertunjukan untuk memancing tawa penonton. Pada babak pembukaan, misalnya: tokoh celeng dan kucingan yang mendampingi tari Turonggo Yakso membuat gerakan-gerakan lucu atau menggigit telinga lawan lainya untuk mengundang tawa penonton. Atau gerakan yang yang menakuti penonton, seperti berlari ke arah penonton
Kekhasan yang lainya Tari Turonggo Yakso yaitu terletak pada properti berbentuk kuda kepang yang di gunakan, terbuat dari kulit sapi atau kerbau dengan gambar kepala raksasa berambut lebat. Disamping kuda lumpingnya sangat dinamis dan energik.
Yang menarik dari Turonggo Yakso adalah bahwa tarian ini bukan saja tarian yang di ciptakan untuk tontonan ataupun hiburan, tarian ini juga merupakan tarian yang bersifat Seremonial, namun demikian di dalam tarian ini tidak berlaku aturan-aturan khusus bagi para pelaku serta pihak-pihak yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung .
TATA RIAS DAN BUSANA
TATA RIAS : Untuk para penari putri dan para penari putra merias wajah agar dapat menimbulkan efek terkesan tampan dan jantan, seperti menebalkan alis, memerahkan bibir, membuat kumis, jambang dan jenggot dengan menggunakan pensil alis, memakai bedak muka dan pemerah pipi. Tata rias juga berfungsi untuk menahan sorotan sinar atau lampu secara langsung sehingga dapat di lihat oleh penonton.
BUSANA : bagian bawah celana 3/4 dan atas baju panjang dengan warna mencolok dengan rompi yang warnanya kontras dengan bajunya ataupun para penari dapat bertelanjang dada. Pada bagian bawah dililitkan jarit sampai pada atas lutut Kedua ujungnya dilipat menyerupai dasi pada bagian bawah dan slayer ditalikan pada lipatan jarit. Kemudian, untuk para penabuh gamelan menggunakan beskap bercelana panjang dan mengenakan blangkon.
IRINGAN: Para peraga yang terlibat di dalam penyajian kesenian ini Pemusik dan vokalis, pemusik atau penabuh gamelan, kemudian ditambah sinden (vokalis putri) dan wira swara (vokalis putra)
RAGAM GERAK TARI TURONGGO YAKSO
Koreografi Tari turonggo yakso bersifat bebas, gerakan tarinya bersifat dinamis dan energik, mengikuti iringan gamelan yang mengiringinya. Gerakan tari turonggo yakso >berpusat pada gerakan kaki, gerakan tubuh dan gerakan tangan. Gerak-gerak tersebut antara lain sembahan, liyepan, teposan, pethukan. lejitan, bapangan, oyogan, kacolan kasatrian,untu walang, kiprah sampur congklangan dan mincek-mincek.Secara keseluruhan Tari Turonggo Yakso ini >menggunakan gending seperti yang digunakan pada salah satu kesenian khas Trenggalek yaitu >Tiban. Dan para penari tersebut menari dengan urut-urutan gerak antara lain:
1. >Sembahan, para penari menuju arena berputar membentuk lingkaran lalu membentuk baris berbanjar kemudian posisi jengkeng (jongkok kaki kiri menyentuh tanah, tangan kanan ditekuk di depan dada), posisi kepala menunduk lalu ngugel memutar memberi salam hormat sambil memegang cambuk/pecut, lalu berdiri melangkah mundur posisi miring sambil memegang kuda yang digerak-gerakan kemudian maju, posisi ini bergantian kanan kiri.
2. >Liyepan, para penari membentuk formasi lingakaran dengan posisi kuda menunduk, menghadap ke tengah lingkaran. Setelah bertemu diteruskan gerakan pisahan melangkah mundur posisi kuda menengadah.
3. >Teposan, para penari melakukan gerakan melompat
4. >Lejitan,yaitu gerakan kaki kanan keluar masuk.
5. >Bapangan, yaitu gerakan pacak gulu (menggerakan kepala dari gerakan leher)
6. >Oyogan, yaitu gerakan jalan miring ke kanan dan ke kiri, lalu lampah/berjalan.
7. >Mletik,> yaitu gerakan melompat- lompat.
8. >Kacolan kasatrian>, yaitu gerakan kaki menggantung membentuk siku-siku.
9. >Untu walang>, yaitu gerakan kuda maju merunduk lalu mundur posisi kuda menengadah formasi penari terpisah menjadi dua
10. >Lompat balik, yaitu gerakan berbalik memutar
11. >Kiprah sampur, yaitu tangan mengibaskan sampur disela-sela lejitan dan bapangan.
12. >Kiprah lombo, yaitu gerakan badan ke kanan dan ke kiri disela-sela lejitan dan bapangan.
13. >Congklangan, yaitu gerakan angkat kaki kanan kiri bergantian.
14. >Mincek-mincek, yaitu gerakan untuk melemahkan saraf agar kembali semula, dengan formasi memutar lalu membentuk satu baris kemudian secara bersama-sama keluar arena pertunjukan.
Para penari akan tampak mulai ndadi (kesurupan) pada saat melakukan gerakan congklangan. Yaitu seperti makan beling (pecahan kaca), mengupas kelapa, menirukan monyet dan gerakan-gerakan lain yang dilakukan dengan gerakan atupun atraksi di luar kesadaran para penari. Setelah bagian ndadi (kesurupan) ini berlangsung beberapa saat, kemudian para penari yang ndadi (kesurupan) disembuhkan oleh pawang sebagai tanda inti pertunjukan berakhir.
Penggarapan Pola Lantai pada tari turonggo yakso dilakukan pada peralihan rangkaian gerak, yaitu pada saat transisi rangkaian gerak satu dengan rangkaian gerak berikutnya. Sedangkan perpindahan posisi penari biasanya dilakukan pada gerak penghubung, yaitu dilakukan pada rangkaian gerak berlari lari kecil ataupun bergeser dengan gerakan rancak.Gerak rancak lebih dari seorang pria dan berkelompok terlihat memukau.
Perlengkapan tari yang dikenakan antara lain pecut (cambuk), barongan / caplokan, kucingan, dan celengan. Pecut atau cambuk adalah cambuk yang terbuat dari bambu yang dikepang memanjang dan mengecil dibagian ujungnya. Barongan adalah penggambaran dari raksasa, yaitu dengan kepalanya yang terbuat dari kayu berwajah buto yang lengkap dengan asesorisnya dan disambung dengan kain panjang berwarna hitam yang digunakan penari barong menutupi wajah dan sebagaian tubuh mereka. Kucingan terbuat dari kulit lembu dan diberi hiasan rumbai-rumbai yang terbuat dari tali rafia. Dan celengan juga terbuat dari kulit lembu yang berbentuk seperti celeng (babi hutan) tanpa kaki tanpa ekor dan berwajah seperti celeng (babi hutan). Dan pada hal inilah yang membedakan tari jaranan Turonggo Yakso dengan tari yang lain ataupun tari jaranan yang lain. Perbedaan dan sekaligus kekhasan tari jaranan Turonggo Yakso yaitu terletak pada bentuk kuda kepang yang digunakan, terbuat dari kulit sapi / kerbau dengan gambar kepala raksasa berambut lebat.
Tari jaranan Turonggo Yakso ini dipentaskan di tempat terbuka yang biasanya di tanah lapang baik di lapangan atau halaman rumah warga tanpa panggung. Untuk itu antara penonton dengan pemain berada dalam tempat yang sama, tidak ada sekat antara pemaian dengan penonton. Mereka sewaktu-waktu bisa berinteraksi, misalnya ada saat penari ndadi (kesurupan) kemudian menghipnotis penonton sehingga ikut ndadi (kesurupan). Pementasan kesenian bisa dilaksanakan siang hari maupun malam hari. Dan bila digunakan untuk upacara adat tari ini dipentaskan pada bulan Sela atau Syura.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar